Pages

Jumat, 17 Januari 2014

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR


A.     Pengertian Diagnosis
         Diagnosis merupakan istilah teknis dibidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen (1955:530-532), diagnosis dapat diartikan sebagai berikut :
1.     Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala – gejalanya ;
2.    Studi yang seksama terhadap fakta tentang sesuatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan – kesalahan dan sebagainya yang essensial.
3.    Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksaama atas gejala – gejala atau fakta tentang suatu hal.
         Dari ketiga pengertian tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis, scera implicit telah mencakup pula konsep prognosisnya. Dengan demikian, didalam pekerjaan diagnosis bukan hanya sekedar mengidentifikasi jenis, karakteristik maupun latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.

B.   Pengertian kesulitan Belajar

         Burton (1952:622-624) mengidentifikasikan bahwa seorang siswa dapat dianggapa mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan mengalami kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan – tujuan belajarnya. Kegagalan belajar didefinisikan oleh Burton sebagai berikut :
1.     Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of mastery) minimal dalam pelajaran tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru.
2.    Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mencapai prestasi yang semestinya, sedangkan dalam prediksi hal tersebut dapat ia raih dengan hasil yang memuaskan.
3.    Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat pengusaaan (level of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.

C.   Diagnosis Kesulitan Belajar

         Dengan mengaitkan kedua pengertian diatsa maka kita dapat mendefinisikan diagnosis kesulitan belajar sebagai suatu proses upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan – kesulitan belajar dengan menghimpun berbagai informasi selengkap mungkin sehingga mempermudah dalam pengambilan kesimpulan guna mencari alternatif kemungkinan pemecahannya.

D.   Mengidentifikasi kasus kesulitan belajar

     Pada halaman berikut ini akan dijelaskan beberapa langkah operasional diagnosis kesulitan belajar.

1.     Dengan metoda criterion referenced, maksudnya tes yang mengasumsikan bahwa instrumen evaluasi atau soal yang digunakan telah dikembangkan dengan memnuhi syarat – syarat tertentu. Tahapannya adalah sebagai berikut :

a.    Menetapkan angka nilai kualitatif minimal yang dapat diterima, misalnya 5,0 atau 6,0.

b.   Membandingkan prestasi dari setiap siswa dengan angka nilai batas lulus tersebut. Secara teoritis, mereka yang angka nilai prestasinya berada di bawah lulus sudah dapat diduga sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar.
c.   Menghimpun siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar serta mencari siswa yang mengalami gejala terparah ( yang nilainya jauh dibawah siswa penderita kesulitan belajar lainnya )
d.   Membuat rangking / tingkatan guna mempermudah dalam pemberian prioritas layanan psikologis.
         Dengan hasil penandaan itu maka dapat dikatakan bahwa kelas atau individu – individu tersebut memerlukan bimbingan belajar karena prestasinya belum memenuhi harapan (seperti yang digariskan dalam TIK). Sebagai bahan ilustrasi perhatikanlah grafik prestasi belajar berikut.

         Dalam grafik ini ditunjukkan terdapat enam siswa yang nilai prestasinya berada di bawah nilai batas lulus masing masing adalah A,E, I, J, L, M dimana E dan J dapat menjadi prioritas.
         Untuk kelanjutan pembahasan kasus, perhatikan juga grafik berikut ini.


         Dalam grafik kedua ini tampak dua siswa (E dan J) yang benar – benar jauh di bawah garis rata – rata (mean). Dengan demikian A, I, L, M dapat tidak menjadi kasus karena masih mendekati rata – rata.
         Dengan demikian, tampak jelas perbedaan grafik pertama dan kedua. Meskipun masih menggunakan nilai prestasi yang sama, jika norma atau ukuran yang dipergunakan dasarnya berbeda.
2.    Dengan metoda norm-references, maksudnya nilai prestasi rata-rata dijadikan ukuran pembanding bagi setiap nilai prestasi individu masing – masing siswa. Tahapannya adalah sebagai berikut :
a.   Mencari dan menghitung nilai rata – rata kelas atau kelompok
b.    Menandai siswa – siswa yang nilainya dibawah rata-rata
c.    Jika mau diadakan prioritas layanan bimbingan, terlebih dahulu harus membuat rangking seperti pada metoda pertama.

E.   Prosedur dan Teknik Diagnosis Kesulitan Belajar
         Ross dan Stanley (1956:332-341) menggariskan tahapan – tahapan diagnosis seperti yang tersaji pada halaman selanjutnya.

         Dari skema tersebut, tampak bahwa keempat langkah yang pertama dari diagnosis itu merupakan usaha perbaikan (corrective diagnosis) atau penyembuhan (curative). Sedangkan langkah yang kelima merupakan usaha pencegahan (preventive).
         Sedangkan menurut Burton (1952:640-652) penggolongan tahapan – tahapan diagnosis tidak didasarkan pada usaha penanganan, tetapi didasarkan [ada teknik dan instrumen yang digunakan dalam pelaksanaannya, seperti dibawah ini :
1.     General Diagnosis
Pada tahap ini lazim dipergunakan tes baku, seperti yang dipergunakan untuk evaluasi dan pengukuran psikologis dan hasil belajar. Sasarannya, untuk menemukan siapakah siswa yang diduga mengalami kelemahan tertentu.
2.    Analistic Diagnosis
Pada tahap ini yang lazim digunakan ialah tes diagnostik. Sasarannya, untuk mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
3.    Psychological Diagnosis
Pada tahap ini teknik pendekatan dan instrumen yang digunakan antara lain :
a.   Observasi
b.    Analisis Karya Tulis
c.    Analisis Proses dan respon lisan
d.    Analisis berbagai catatan objektif
e.    Wawncara
f.    Pendekatan laboratories dan klinis
g.    Studi Kasus
         Sasaran kegiatan diagnosis pada langkah ini pada dasarnya digunakan untuk memahami karakteristik dan faktor – faktor penyebab terjadinya kesulitan. Jika output dari layanan bimbingan belajar berupa perubahan pada diri siswa (terbimbing). Setelah menjalani tindakan penyembuhan (treatment). Maka output dari layanan diagnosis kesulitan belajar hanya sampai pada rekomendasi tentang kemungkinan alternatif tindakan penyembuhan.
         Jika kedua pendekatan tersebut diatas dijabarkan menjadi satu, maka hasilnya dilihat pada diagram berikut :

F.   Mengidentifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
         Pada dasarnya bila setiap kesulitan belajar terjadi, latar belakangnya akan bersumber pada komponen – komponen yang berpengaruh atas berlangsungnya proses belajar – mengajar sendiri.
         Berbagai variabel yang mempengaruhi proses belajar – mengajar menurut loree (1970:121-133) terdiri atas; 1) Stimulus atau learning variables, 2) Organismic Variables, 3) response Variable.
1.     Learning Variables, Mencakup
a.   Learning Experience Variables, antara lain mengenai
      1).  Method Variables, menyangkut kuat lemahnya motivasi untuk belajar, intensif – tidaknya bimbingan guru dan ada – tidaknya kesempatan untuk praktikum.
      2). Task Variables, mencakup menarik-tidaknya apa yang harus dipelajari, bermakna- tidaknya apa yang dipelajari dan tersedia-tidaknya fasilitas belajar yang memadai.

b.   Enviromental Variables, yang menyangkut iklim belajar yang bergantung pada faktor tersedianya waktu yang cukup untuk belajar dan tersedianya fasilitas belajar yang memadai     
2.    Organismic Variables, mencakup
a.   Characteristic of the learners, antara lain tingkatan inttelegensi, usia dan taraf  kematangan, jenis kelamin dan kesiapan untuk belajar.
b.   Mediating Processes, kondisi yang lazim terdapat dalam diri swasta, antara lain, intelegensi, persepsi, motivasi, takut, cemas dan tekanan batin yang sebagainya turut berperan dalam proses berperilaku belajar.
3.    Response Variables, Jika dikelompokkan berdasarkan tujuan pendidikan dapat dilihat sebagai berikut.
a.    Tujuan – tujuan kognitif , seperti pengetahuan, konsep – konsep dan keterampilan pemecahan masalah.
b.    Tujuan – tujuan afektif, seperti sikap – sikap, nilai – nilai, minat dan apresiasi.
c.    Tujuan – tujuan pola pola bertindak, antara lain ;
-                                                          Keterampilan psikomotoris, seperti menulis, mengetik, melukis, dsb.
-                                                          Kompetensi – kompetensi untuk menyelenggarakan pertemuan, berpidato, memimpin diskusi, pertunjukan, dsb.
-                                                          Kebiasaan – kebiasaan, seperti kebiasaan hidup sehat, kejujuran, kerapian, dsb.
          
Sedangkan menurut Burton ( 1952 : 633 – 640 ), variabel yang mempengaruhi proses belajar mengajar dapat dikelompokan menjadi dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa.
1.     Faktor – faktor dari dalam diri siswa, anatara lain ;
a.    Kelemahan secara fisik, seperti tidak berkembangnya susunan syaraf pusat karena cacat atau sakit, kurang berkembangnya panca indera sehingga menyulitkan proses interaksi penyakit menahun dan ketidakseimbangan perkembangan dan reproduksi.
b.    Kelemahan – kelemahan secara mental, seperti cacat mental, kurang semangat, serta trauma.
c.    Kelemahan – kelemahan emosional, seperti terdapatnya rasa tidak aman, tercekam rasa phobia, maupun ketidakmatangan.
d.    Kelemahan – kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan yang salah, seperti banyak melakukan kegiatan yang bertentangan dengan aktivitas sekolah.
e.    Tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan, seperti membaca, menghitung, dsb.

2.    Faktor – faktor dari luar diri siswa, antara lain ;

a.    Kurikulum yang seragam ( uniform ), bahan dan buku sumber yang tidak sesuai dengan tingkat – tingkat kematangan.
b.    Terlalu berat beban belajar / mengajar bagi siswa / guru.
c.    Terlalu besar populasi siswa dalam kelas.
d.    Terlalu banyak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler.
e.    Kekurangan gizi.
Bruner and Bruner ( 1972 ) yang melekukan studi terhadap masalah putus sekolah di Indonesia, dari segi anthropologis ternyata menemukan kelemahan – kelemahan struktural yang fundamental, antara lain ;
1.     Pandangan masyarakat ( orang tua ) yang salah terhadap pendidikan.
2.    Adanya falsafat hidup “ nerimo ing pandum “ atau dengan kata lain tidak memiliki motif berprestasi ( n – Ach ).
3.    Tradisi hidup social dan ekonomi yang terbelakang.
Jika kita hubungan dengan uraian – uraian di atas, maka jika terdapat kasus kelemahan belajar dalam suatu kelas maka besar kemingkinan kelemahan itu bukan bersumber pada kelemahan siswa secara individual. Faktor yang memungkinkan terjadinya hal ini dapat berupa kualifikasi guru yang tidak memadai, system belajar – mengajar yang digunakan, pola keruangan sekolah atau bahkan system penilaian yang merugikan siswa.
Bermacam -  macam cara yang dapat digunakan untuk mengetahui sumber kelemahan belajar baik untuk kasus kesulitan belajar perkelompok maupun perindividu dan apakan dari dalam atau luar diri siswa. Diantaranya dengan mengetes IQ siswa, tes bahasa dan bilangan, oenganalisisan cara belajar siswa ataupun dengan bantuan dokter ahli jiwa.

G.   KESIMPULAN DAN PEMBUATAN REKOMENDASI PEMECAHAN KASUS

Jika terdapat kasus kesulitan belajar seperti tersebut di atas, maka hendaknya 1) menarik kesimpulan umum 2) membuat perkiraan, apakah masalah itu mungkin untuk diatasi, selanjutnya, 3) memberikan saran tentang kemungkinan cara mengatasinya.
1.     Untuk Kasus Kelompok
Jika mayoritas siswa nilai prestasinya tidak dapat mencapai batas lulus ( minimum acceptable performance ), kita dapat menyimpulkan bahwa kelas yang bersangkutan patut diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar. Begitu juga dengan kelas yang bernilai prestasi kelas di bawah kelas yang setaraf, kelas ini juga patut diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar.
Jika fakta di atas ternyata terjadi pada banyak bidang studi, dapat diduga bahwa letak kelenahannya bersifat integral ( menyeluruh ) yang menyangkut keseluruhan aspek kurikulum dan system pengajaran di kelas / sekolah yang bersangkutan, tetapi kalau kasus tersebut hanya terjadi pada bidang studi tertentu maka kelemahannya dapat dilokalisasikan pada system intruksional khusus yang dipergunakan oleh guru bidang studi.
Estimasi ( perkiraan ) dan saran kemungkinan cara mengatasi kasus di atas dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendefinisikan 1) jenis dan sumber penyebab masalahnya, dan 2) karakteristik berat / ringannya masalah. Sampai saat ini sumber penyebab masalahnya dapat dikatakan dari luar diri diri siswa karena yang mengalami kesulitan hampir semua siswa dalam satu kelas sedangkan karakteristik masalahnya adalah sangat mungkin diatasi, berdasarkan gejala – gejala khas yang menyangkutkan kelompok.
Sedangkan kemungkinan cara mengatasi adalah dengan program pengajaran khusus ( pengayaan ) jika kelemahannya bersumber dari kurikulum. Jika kelemahannya bersumber dari system evaluasi, maka kemungkinan cara mengatasinya dengan pengembangan system penilaian yang menggairahkan siswa. Sedangkan jika kelemahan terdapat pada faktor kondisional, kemungkinan dapat diatasi dengan pemenuhan buku, laboratorium dan sebagainya.
2.    Untuk Kasus Individu
Jika ternyata hanya sebagaian kecil dari siswa (± 5 – 25 % ) yang angka prestasinya tidak memadai batas lulus dan atau lebih kecil dari rata – rata nilai prestasi kelas, kita dapat langsung menyimpulkan bahwa kasus kesulitan belajar itu bersifat individu.
Permasalahannya pun dapat disimpulkan lebih lanjut ;
a.             Bersifat menyeluruh, jika ternyata kelemahannya terjadi pada seluruh atau sebagaian besar bidang studi yang diikutinya.
b.             Bersifat segmental atau sektoral, jika ternyata kelemahannya terjadi pada sebagaian bidang studi yang diikutinya.
c.             Bersifat personal, jika ternyata kelemahan itu bukan dalam segi prestasi studi tetapi segi proses atau penyesuaian dirinya.
Sedangkan sumber dan faktor penyebabnya dapat berupa faktor organismik siswa yang bersangkutan, sukar mengubah diri dengan pola – pola kebiasaan belajar yang lebih sesuai, sikap menyepelekan system penilaian partisipasi dan belum menguasai pengetahuan dasar. Faktor dari luar diri siswa juga dapat berpengaruh pada hal ini, contohnya hampir sama pada kasus kelompok yang sebelumnya telah dijelaskan.
Untuk mengatasi kasus individu ini, sebelumnya harus kita bedakan dahulu, mana yang lebih muda diatasi dan mana yang lebih sulit. Jika faktor berpengaruh adalah faktor hereditas / gen maka usaha penyembuhan secara metodologis sangat kecil kemungkinannya untuk mendapatkan hasil. Yang diperlukan untuk siswa semacam ini adalah penyaluran / penjurusan kepada program pendidikan tertentu yang sesuai dengan kemampuannya.
Jika kelemahan itu bersumber dari aspek organismik lainnya, seperti kebiasaan belajar, minat dan lingkungan, maka penyembuhan secara metodologis dapat diterapkan meskipun hasilnya baru dapat dilihat dalam waktu yang relatif lama.

II. TINJAUAN PRAKTIS KESULITAN BELAJAR
A.  BERBAGAI MACAM KESULITAN BELAAJR
      Beberapa contoh kesulitan  belajar yang dapat dan sering didiagnosis adalah :
1.     Gangguan perhatian pada anak – anak
Anak tidak mampu memusatkan perhatiannya kepada sesuatu hal atau objek tertentu untuk jangka waktu yang cukup lama. Beberapa ahli menyebutkan perhatian anak pada kelompok ini kurang dari 10 detik.
2.    Distrakbilitas
Akibat kekurangan perhatian, penderita mempunyai kecenderungan untuk memperhatikan rangsang yang kurang menonjol, yang dapat berupa distrikdistrikbilitas visual, auditoris, dan internal.
Pada distribilitas visual, konsentrasi visual dialihkan ke benda- benda yang dilihatnya. Kedua matanya terus menerus menyelidik dan mencari pengalaman visual yang lebih seru serta lebih baik, akibatnya penderita sering memperlihatkan kekeliruan khas sewaktu membaca dan cenderung melompati kata – kata atau bahkan melewati begitu saja kalimatnya.
Pda distrikbilitas auditoris menyebabkan perhatian mudah teralih kepada suara – suara latar belakang. Pada distrikbilitas internal menyebabkan penderita terganggu oleh rangsangan yang berasal dari dalam dirinya berupa pikiran, ngatan, maupun asosiasiaya sendiri. Terlihat penderita sering melamun sehingga tidak memperhatikan pelajaran di kelas.
3.    Impulsif
Artinya cenderung bertindak tanpa mempertimbangkan akibat tindakana itu mereka cenderung memberikan respon pertama yang msuk dalam pikirannya dan lebih senang “cepat selesai” dalam mengerjakan sesuatu dan tidak mengutamakan ketelitian. Akibat impulsivitas, penderita tidak tepat dalam membaca, mengeja dan berhitung meskipunkonsep dasarnya telah dikuasai dengan baik.
4.    Kurang Ulet
Penderita akan menunjuukan sifat kurang ulet dalam bekerja sehingga pekerjannya jarang ernah selesai, selain itu juga akan mudah lelah sehingga berpikir lama kan mudah menguap, menggeliat, biasanya jam tidur juga tidak berimbang, siang hari suka tidur dan pada malam hari sering terbangun
5.    Selalu Berubah
Perhatian penderita akan sangat bergantung pada motivasinya, pada motivasi yang tinggi fokus perhatian akan lebih tajam, misalnya ; mengikuti acara televisi tertentu.
6.    Inkoordinasi
Artinya sukar melakukan kegaiatn motorik halus sehingga mengalami keslitan dalam menyalakan korek api, bermasalah dengan resleting, dan lain – lain.
B.   KESULITAN BELAJAR PARA ILMUWAN
      Rupanya gejala kesulitan belajar tidak hanya terjadi diderita oleh siswa ataupun para pendidik, hal inipun juga diderita oleh para ilmuan, diantaranya oleh Albert Einstein. Jika kita bicara sejarahnya, seringkali mengalami kegagalan dalam bidang bahasa, bahkan untuk ilmu eksak ia tidak tertarik dengan bidang ilmu yang membingungkan banyak orang ini, sehingga menurut gejalanya termasuk dalam Kurang ulet.
      Sementara itu Charles Robert Darwin, juga mengalami kesulitan belajar sampai akhir abad ke 20 tidak pernah teratasi. Dari berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa kesulitan yang dialami oleh Darwin adalah kategori Distrikbilitas akut.

Pengertian Printer Laser dan Dot Matrix

 PENGERTIAN PRINTER LASER DAN DOT MATRIX


- PRINTER LASER


Pencetak laser atau printer laser adalah pencetak untuk komputer yang menggunakan teknologi diode cahaya untuk mendapatkan partikel-partikel kecil toner dari cartridge ke kertas. Alat ini sering lebih ekonomis dibanding menggunakan tinta pencetak tinta.

Proses

Pencetak laser bekerja dengan melibatkan 7 langkah:
  1. Pemrosesan Gambar Raster: peosesor dalam pencetak mengubah data untuk dicetak dari format apapun yang ada, ke bitmap halaman untuk dicetak - yang kemudian disimpan dalam memori gambar raster.
  2. Pengisian: Sebuah muatan elektrostatik kemudian diproyeksikan ke drum fotosensitif berputar dalam pencetak.
  3. Penulisan: Sinar laser diarahkan pada cermin poligon berputar, yang mengalihkan sinar itu ke drum fotosensitif. Data yang dirasterisasi kini dibaca, dan digunakan untuk mengendalikan apakah laser itu menyala atau tidak, karena sinar itu menyapu drum - di mana ketika sinar laser mengenai drum muatannya dibalik, menciptakan gambaran listrik laten di permukaan.
  4. Perkembangan: Permukaan drum kemudian dipajankan ke partikel toner bermuatan negatif, yang ditarik ke daerah di mana laser itu menulis gambaran listrik tersimpan. Toner itu akan diusir oleh muatan negatif daerah di drum di mana sinar laser tak mengenainya, dan kemudian menghilangkan muatan.
  5. Transfer: Drum sekarang diputar ke kertas, mengubah gambar dari drum ke kertas (untuk membantu proses ini ada pemutar bermuatan positif di belakang kertas, yang mendorong toner dari drum dan ke kertas).
  6. Penggabungan: Kertas kemudian dilewatkan melalui penggabung, di mana pemutar itu menyiapkan panas dan tekanan untuk mengikat toner ke kertas.
  7. Pembersihan: Sebuah tangkai tak bermuatan listrik dan lampu penembak menghilangkan toner dan semua muatan yang tersisa di drum (semua ini akan terjadi dalam 1 revolusi drum)

    KEUNGGULAN , KELEBIHAN , KEKURANGAN :


    Kelebihan Printer laser lainnya adalah dapat mencetak pada banyak media, seperti glossy paper, kertas plain, label sticker, transparansi, paper plate, cardstock, art paper, photo paper dan lain sebagainya. Dokumen yang diprint menggunakan printer laser jauh lebih awet dari pada dokumen yang dicetak menggunakan printer inkjet atau printer jenis lain, karena cetakan printer laser tahan terhadap air dan kelembaban yang tinggi, sehingga hasil printnya tidak mudah pudar dan luntur.


    Selain kelebihan dan keunggulan printer laser diatas, printer laser juga memiliki beberapa kelemahan antara ini adalah konsumsi daya listriknya yang tinggi atau wattnya lebih tinggi dari printer jenis inkjet atau jenis lainnya dan harga printer laser yang jauh lebih mahal dibanding printer jenis inkjet lainnya. Output printer tinta padat bisa membuat paper jam pada mesin fotokopi atau scaner dengan auto feeder. Dan yang terakhir kekurangan printer laser adalah Kemungkinan cetak warna yang tidak pas pada printer LED membuat gambar menjadi kabur.


    Jadi kesimpulannya sepertinya lebih mudah pada printer inkjet untuk pengisian tintanya, tapi lebih keren dan cepat pada printer laser untuk penggunaan serta hasilnya. demikian kelebihan dan kekurangan printer laser. Semoga bermanfaat. Baca juga tulisan terbaru lainnya:




PENGERTIAN DOT MATRIX


Printer Dot-Matrix adalah pencetak yang resolusi cetaknya masih sangat rendah. Selain itu ketika sedang mencetak, printer jenis ini suaranya cenderung keras serta kualitas untuk mencetak gambar kurang baik karena gambar yang tercetak akan terlihat seperti titik-titik yang saling berhubungan. Umumnya, printer jenis dot-matrix juga hanya mempunyai satu warna, yaitu warna hitam.


Head dari printer jenis ini, terdiri atas 7 atau 9 ataupun 24 jarum yang tersusun secara vertical dan membentuk sebuah kolom. Pada saat bekerja, jarum yang ada akan membentuk character images melalui gesekan-gesekan jarum pada karbon dan kertas. Printer jenis ini juga merupakan character printer. Kecepatannya sangat bervariasi, tapi untuk Epson LX-80, adalah 80 caharacter per second. Pada saat head-printer bergerak dari kiri kekanan sambil menyentuh kertas, maka huruf yang sudah terpola dalam suatu susunan jarum akan segera muncul. Pola huruf ini kemudian diterima oleh pita karbon yang dibaliknya terdapat kertas, dan terjadilah pencetakan huruf demi huruf.

Setiap character yang terbentuk akan menimbulkan suatu pola unique yang terdiri dari pelbagai titik didalam dimensi sebuah matrix. Jenis printer dot-matrix sangatlah bervariasi, ada yang berjenis color dan ada pula yangnon-color. Umumnya, printer jenis dot-matrix juga hanya mempunyai satu warna, yaitu warna hitam. Untuk printer color, digunakan pita (karbon/ribon) khusus yang mempunyai 4 warna, yaitu hitam, biru, merah dan kuning.


A.       Keunggulan Printer Dot Matrix antara lain :
  • pita printer dot-matrix jauh lebih murah dibandingkan dengan toner (tinta) untuk printer jenis inkjet dan laserjet
  • Jenis printer dot-matrix sangatlah bervariasi, ada yang berjenis color dan ada pula yang non-color. 
  • Untuk printer color, digunakan pita (karbon/ribon) khusus yang mempunyai 4 warna, yaitu hitam, biru, merah dan kuning. 
  • Dapat mencetak rangkap sekaligus. Dapat mencetak ukuran kertas yang lebar.

B.      Kekurangan Printer Dot Matrix antara lain :
  • pencetak yang resolusi cetaknya masih sangat rendah.
  • ketika sedang mencetak, printer jenis ini suaranya cenderung keras
  • kualitas untuk mencetak gambar kurang baik karena gambar yang tercetak akan terlihat seperti titik-titik yang saling berhubungan.
  • Dpi dan Ppm rendah.
  • Geraknya sangat lambat.
  • Warna yang dihasilkan tidak bervariasi.


Pengertian PAJAK








Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Definisi

Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
Leroy Beaulieu 
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah
P. J. A. Adriani 
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH 
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment'
Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R 
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''

Unsur pajak

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:
  1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
  2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
  3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
  4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
  5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).

Jenis Pajak

Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:

Pajak Negara

Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari:
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai

Pajak Daerah

Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
  • Pajak Provinsi terdiri dari:
  1. Pajak Kendaraan Bermotor;
  2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
  3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
  4. Pajak Air Permukaan; dan
  5. Pajak Rokok.
  • Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
    • Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3211, diatur bahwa pejabat
    diplomatik dan pejabat perwakilan konsuler dibebaskan dari semua pungutan dan pajak. - pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah.
    • Sementara itu
  1. Pajak Hotel ****Setiap restoraunt atau hotel tidak bisa memaksa perwakilan diplomatik dan konsuler untuk membayar pajak daerah (PB-1 dari Pajak Restoran)***;
  2. Pajak Restoran;
  3. Pajak Hiburan;
  4. Pajak Reklame;
  5. Pajak Penerangan Jalan;
  6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
  7. Pajak Parkir;
  8. Pajak Air Tanah;
  9. Pajak Sarang Burung Walet;
  10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
  11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Undang - undang Perpajakan Negara

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
    stdd Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
    stdd Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
    stdd Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
  4. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
    stdd Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
  5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
    stdd Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007

Fungsi pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
  • Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
  • Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
  • Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
  • Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Syarat pemungutan pajak

Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
  • Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
  1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
  2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
  3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
  • Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
  • Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
  • Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
  • Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
  • Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
  • Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
  • Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
  • Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
  • Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
  • Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)

Asas pemungutan

Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli

Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims
1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
  • Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
  • Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
  • Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
  • Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
  • Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
  • Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
  • Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
  • Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
  • Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
  • Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
  • Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
  • Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
  • Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
  • Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

Asas Pengenaan Pajak

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
  1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
  2. Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
  3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.

Teori pemungutan

Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:
  1. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
  2. Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.

Penerimaan Pajak di Indonesia

Penerimaan pajak tahun 2012 adalah 835,25 Triliun, dibandingkan dengan realisasi Tahun 2011 maka realisasi penerimaan perpajakan tahun 2012 naik sebesar 92,53 Trilyun atau mengalami pertumbuhan sebesar 12, 47 %. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar 10,87%. Realisasi penerimaan pajak 2012 per jenis pajak :
Rencana penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar Rp1.042,32 triliun atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2012. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari rencana anggaran Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67 triliun.
Pendapatan pajak itu belum termasuk pendapatan cukai, bea masuk, dan pendapatan pungutan ekspor.
  • Pajak
  • Berdasarkan wujudnya, pajak dibedakan menjadi:
  1. Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.
  2. Pajak tidak langsung adalah pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan sebagainya.
  • Berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi:
  1. Pajak pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroan terbatas/unit lain.
  2. Pajak penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan barang/jasa yang dikenakan kepada pembeli.
  3. Pajak badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan sebagainya.
Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah yang akan dikenai PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya. Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik usaha merupakan penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah “going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.
  • Pajak berdasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi:
  1. Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan daerah sendiri.
  2. Pajak perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan/badan usaha lain yang modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.
  3. Pajak siluman adalah pungutan secara tidak resmi/pajak gelap dan merupakan sumber korupsi.
  4. Pajak transit adalah pajak yang dipungut di tempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain.

    Sumber : Wikipedia.org